Tegas! Yusril Minta Ormas dan Parpol Lawan Perppu No 2 Tahun 2017

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengingatkan  ormas-ormas Islam tidak terkecoh dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Sebab, peraturan pemerintah pengganti undang-undang itu bukan hanya untuk membubarkan HTI dan ormas radikal.

Kata Yusril, ormas manapun bisa dibidik dengan menciptakan opini negatif. "Lantas kemudian diberi stigma sebagai ormas anti Pancasila untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh pemerintah," ujarnya melalui keterangan yang diterima JawaPos.com, Jumat (14/7).

Dia menerangkan, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 ini memberikan peluang seluas-luasnya kepada pemerintah, khususnya Mendagri dan Menkumham untuk menilai apakah suatu ormas itu menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (4) huruf c Perpu ini.

Terhadap ormas yang melanggar pasal di atas dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. "Jadi bisa dikenakan salah satu atau kedua-duanya," sebut ketua umum Partai Bulan Bintang itu.

Sanksi administratif bagi ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kemenhumkam sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Perpu itu adalah pencabutan status badan hukum oleh Menkumham. Pencabutan status badan hukum tersebut, menurut Pasal 80A di  Perpu itu sekaligus disertai dengan pernyataan pembubaran ormas tersebut.

Semua proses di atas berlangsung cukup dilakukan oleh Menkumham, baik sendiri ataupun meminta pendapat pihak lain. Tetapi proses pembubaran ormas tersebut dilakukan Menkumham tanpa proses pengadilan.

Itulah yang kata Yusril menjadi esensi perbedaan isi Perpu dengan UU Nomor 17 Tahun 2013, yang mewajibkan Menkumham untuk lebih dulu meminta persetujuan pengadilan jika ingin membubarkan ormas. Ormas yang akan dibubarkan itu berhak untuk membela diri di pengadilan.

"Dengan Perppu yang baru ini, Menhumkam dapat membubarkan ormas semaunya sendiri. Ini adalah ciri pemerintahan otoriter," tegas mantan menteri hukum dan perundang-undangan itu.

Dalam praktiknya nanti, lanjut dia, presiden bisa secara diam-diam memerintahkan Menkumham untuk membubarkan ormas, tanpa Menkumham bisa menolak kemauan presiden.

Selain sanksi administratif seperti di atas, sanksi pidana pun dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila. Sebab itu melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4).

Mereka dapat dipidana seumur hidup atau pidana penjara penjara paling singkat 5 (lima tahun) dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat pula dikenai dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Itu diatur dalam Pasal 82A ayat (2) dan ayat (3). Ketentuan tersebut sebelumnya tidak ada dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang Ormas.

Jadi kata Yusril, jika ormas itu punya anggota 1 juta orang, maka karena organisasinya dianggap bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4) Perpu ini, maka 1 juta orang itu semuanya bisa dipenjara seumur hidup atau paling minimal penjara 5 tahun dan maksimal 20 tahun.

Ketentuan seperti itu kata dia, sepanjang sejarah hukum di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi belum pernah ada. "Kecuali di zaman Presiden Jokowi ini," sebut dia.

Untuk itu, Yusril meminta ormas-ormas Islam dan ormas lainnya termasuk yayasan dan LSM, justru harus bersatu melawan kehadiran perppu yang bersifat otoriter itu, tentu dengan tetap menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional.

Begitu pula kepada partai-partai politik yang punya wakil di DPR. Dia berharap mereka akan bersikap kritis terhadap perppu tersebut. "Telaah dengan mendalam isi beserta implikasi-implikasinya jika perppu ini disahkan DPR menjadi undang-undang," pungkas Yusril.

Jawa Pos

0 Response to "Tegas! Yusril Minta Ormas dan Parpol Lawan Perppu No 2 Tahun 2017"

Posting Komentar